Monday, August 23, 2010

Monalisa

Ia mengenakan cardigan merah dengan rambutnya yang bergelombang namun terikat rapi dengan kacamata motif kayunya yang menambah daya tarik matanya. Terduduk di sudut mejanya, menatap layar monitor dengan hampa. Matanya cukup berair, hingga rasanya tak mungkin lagi dapat dibendungnya. Menetes bulir air matanya, lalu dengan sigap, ia menyeka dengan handuk kecil berwarna pink miliknya. 

Gundah dengan segala permasalahan yang menimpa diri mudanya, gadis ini berteriak dalam hening. Bibirnya terkatup rapat, meski sesekali dimainkan. Jari lincahnya mengetik lihai, ia paling handal dalam hal ini.


Lalu dari kejauhan, tampak dua pasang mata, sesekali melirik gadis itu dengan pandangan sengit. Keadaan berubah drastis, semenjak gadis itu sakit. Gadis itu tahu, bahwa keputusannya untuk tetap bertahan dengan segala sesakitannya, pasti akan membuat perubahan besar dalam hidupnya. 

Dengan diam, hanya diam, tiba - tiba saja semua hening. Gadis tersebut tahu, hidup tak selalu harus sempurna di awal, justru yang diharapkan adalah akhir yang sempurna. Sesekali mendelik, bahunya kecil dan nyeri, tapi tetap terduduk diam di tempat.


Mona.